TpWiBSC0BUAoTfA5GfAiGfr0Td==

Keyzha Bellvania Raffanda, Bunga Kecil Jaipong dari Cibatu yang Menggugah Nurani Budaya

 


SJB. Garut – Di tengah derasnya arus modernisasi yang sering menenggelamkan akar tradisi, lahirlah secercah cahaya dari Cibatu. Dialah Keyzha Bellvania Raffanda, gadis mungil berusia 7 tahun yang seolah ditakdirkan menjadi penari kecil penjaga warisan Sunda. Dengan lenggok jaipongnya, ia bukan hanya menari, melainkan merawat napas budaya leluhur yang kerap terpinggirkan.



Sejak usia 5 tahun, Keyzha jatuh cinta pada jaipong—tarian penuh energi sekaligus kelembutan. Setiap gerakannya adalah bahasa rasa: jemari lentik, sorot mata yang menyala, dan liukan tubuh yang hidup. Ia ibarat bunga kecil yang menari, mengingatkan kita bahwa tradisi bukan sekadar cerita masa lalu, tapi denyut kehidupan hari ini.


Perjalanan Keyzha ditempa di Paguron Rajawali, sanggar seni di Kampung Cipicung, Desa Keresek, Kecamatan Cibatu. Sanggar ini digerakkan oleh Kang Sami dengan dukungan Kang Azmi, seniman lintas generasi yang sudah mengibarkan seni Garut hingga ke mancanegara, termasuk Jepang. Dari tangan para pegiat seni inilah, Keyzha dibentuk dengan disiplin, kehalusan jiwa, sekaligus kecintaan pada budaya.


Langkah kecilnya telah menggetarkan banyak panggung. Baru-baru ini, ia tampil memikat di Serbuan Teritorial TNI AD di Lapang Masjid Besar Cibatu, dan sebelumnya menuai sorotan dalam Minangkala Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut, hingga mendapat apresiasi langsung dari Hj. Rudi Gunawan. Dari satu acara ke acara lain, Keyzha tak hanya membawa tubuhnya menari, melainkan membawa nama Garut, bahkan Sunda.


Kini, Keyzha menempuh pendidikan di SDN 2 Pamekarsari, Kecamatan Banyuresmi, sekolah yang berupaya memadukan ilmu pengetahuan modern dengan nilai agama dan budaya. Kepala sekolah, Wanti Rohmawati, S.Pd., menyampaikan kebanggaannya:


> “Keyzha bukan sekadar murid berbakat, tapi teladan. Ia bukti bahwa pendidikan bisa berjalan seiring dengan pelestarian seni. Kami ingin anak-anak tumbuh berilmu, berakhlak, dan berbudaya. Dari sanalah lahir generasi berkarakter,” ujarnya.




Namun, di balik kebanggaan itu, ada suara kritis yang menggema. Kang Azmi, tokoh seni Paguron Rajawali, menegaskan:


> “Garut ini gudang budaya, tapi kalau pemerintah terus tutup mata, lama-lama seni kita tinggal nama. Anak-anak seperti Keyzha sudah menunjukkan bahwa tradisi masih hidup, tapi mereka butuh ruang, dukungan, dan kebijakan yang nyata. Jangan biarkan seniman berjalan sendiri sementara negara pura-pura tidak tahu,” tegasnya.




Kisah Keyzha adalah cermin sekaligus teguran. Bahwa di balik gempuran globalisasi, masih ada generasi kecil yang rela menari demi menjaga akar budaya. Tapi tanpa keberpihakan negara, bunga-bunga kecil seperti Keyzha bisa layu sebelum sempat mekar.


Paguron Rajawali menanamkan akar budaya, SDN 2 Pamekarsari menguatkan fondasi pendidikan. Dengan kedua sayap itu, Keyzha siap terbang lebih tinggi. Dari panggung kecil Cibatu, ia mengirim pesan besar: mencintai budaya bukan berarti tertinggal—justru dari situlah lahir kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai anak bangsa. Kabiro Garut  (  CM  )

 

Type above and press Enter to search.