TpWiBSC0BUAoTfA5GfAiGfr0Td==

Dana Rp1,2 Miliar Cair, Bangunan Baru 45%: Skandal Proyek Yayasan Bakti Alam, Uang Rakyat Diangkut ke Rumah Pribadi

 


SJB Garut – Proyek pembangunan Gedung Olah raga (GOR) milik Yayasan Bakti Alam yang berlokasi di Kp. Cihanjuang RT 04/04, Desa Pangeurenan, Kecamatan Blubur Limbangan, Garut, menuai sorotan tajam. Dana hibah Rp1,2 miliar dari Pemprov Jawa Barat, yang diajukan tahun 2023 dan cair pada 2024, kini menyisakan bangunan mangkrak baru sekitar 45%, dengan alur penggunaan dana yang janggal dan minim pertanggungjawaban.


Yang lebih memprihatinkan, proposal awal pengajuan ditujukan untuk pembangunan Sekretariat Yayasan. Namun saat dana cair, arah proyek bergeser menjadi pembangunan GOR tanpa dokumen perubahan tujuan yang jelas dan tanpa persetujuan ulang secara resmi.


Dana dicairkan dalam dua tahap: Rp1 miliar terlebih dahulu, disusul Rp200 juta kemudian. Seluruh dana itu dibawa langsung ke rumah pribadi Dini, sosok yang saat itu belum memiliki posisi resmi di yayasan. Tak ada dokumen serah terima, tak ada MoU, dan tak ada mekanisme kontrol keuangan. Di lokasi, Dini hanya menyampaikan satu pernyataan:

“Kalau ada apa-apa, bilang saja ke saya.”


Setelah dana dikuasai, Dini menunjuk sendiri pelaksana kegiatan, lalu diangkat menjadi Pembina Yayasan oleh Ketua langkah yang dinilai hanya untuk memberikan legalitas semu atas perannya yang dominan.


Namun, di lapangan, beban proyek justru jatuh ke bendahara:

- Atas perintah Dini, bendahara berutang ke toko material untuk melanjutkan pekerjaan.

- Upah tukang dibayar dari uang pribadi bendahara.

- Bangunan terhenti di angka 45%, material masih belum lunas.


Saat wartawan mencoba melakukan konfirmasi langsung kepada Dini melalui pesan WhatsApp, yang bersangkutan membalas bahwa dirinya sedang dalam kondisi opname di rumah sakit. Mengingat kondisi kesehatan Dini, pihak wartawan memutuskan untuk menunda permintaan konfirmasi lebih lanjut hingga yang bersangkutan pulih dan dapat memberikan keterangan secara utuh.


Sementara itu, dalam pernyataan terbuka, Ketua dan Bendahara Yayasan menyatakan bahwa mereka sempat dipanggil oleh BPK RI untuk dimintai keterangan terkait aliran dana proyek tersebut. Namun hingga kini, belum ada kejelasan hasil dari proses pemeriksaan tersebut.


Rangkaian kejanggalan yang mencuat:

- Dana yang awalnya diajukan untuk sekretariat, tapi dialihkan jadi GOR tanpa prosedur sah.

- Dana Rp1,2 miliar diserahkan ke satu orang tanpa dokumen atau sistem pengawasan.

- Proyek dibangun di atas tanah pribadi milik bendahara, bukan aset yayasan.

-Tidak ada papan informasi proyek, melanggar asas transparansi.

- Identitas CV pelaksana tidak diketahui.

- Proyek mandek dan meninggalkan utang material.


Masyarakat dan pegiat antikorupsi mendesak agar Inspektorat, BPK, Kejaksaan, hingga KPK segera mengusut tuntas proyek ini. Pola penyaluran dan pelaksanaan dinilai berpotensi kuat mengarah pada penyimpangan anggaran.


 "Ini bukan sekadar proyek yang gagal. Ini potret nyata bagaimana uang negara bisa berpindah tangan tanpa jejak dan tanpa rasa tanggung jawab." Kabiro  Garut ( CM)

 

Type above and press Enter to search.